Selasa, 03 April 2012

Buku: Mempersiapkan Warisan



Oleh: Khairul Fuad
Malay Corner STAIN Pontianak hari itu, Kamis 22 Maret 2012 berwajah lain, tidak seperti biasanya, sebagai penandanya tidak ada lagi meja panjang di ruang tengah. Meja panjang itu diganti dengan karpet sajadah yang menghampar penuh di ruang tengah. Malay Corner berganti wajah karena salah satu penghuninya, Club Menulis, kembali punya gawe yang selama ini telah dilaksanakan, peluncuran buku.
            Namun demikian, hari itu ada yang lain dari acara peluncuran buku yang selama ini dihelat oleh Club Menulis beberapa waktu yang lalu. Buku-buku yang diluncurkan merupakan karya dari masing-masing anggota Club Menulis. Sebelumnya, buku-buku yang diluncurkan hasil karya keroyokan atau masing-masing anggota hanya menjadi editor dari buku yang sudah-sudah. Tampil beda Club Menulis hari itu dalam peluncuran buku merupakan kemajuan yang berarti bagi para anggotanya yang mayoritas para mahasiswa STAIN Pontianak dari berbagai program studi.
            Gawe Club Menulis hari itu semakin memperkuat pernyataan Arswendo Atmowiloto bahwa menulis itu gampang. Kenyataannya demikian, tercacat lebih dari puluhan buku dihasilkan, termasuk yang diluncurkan hari itu dalam kurun waktu tiga tahun dari 2012 kini. Akan tetapi, kerja Club Menulis tidak begitu saja sederhana sebagaimana pernyataan Arswendo Atmowiloto. Para anggotanya harus tetap menjaga asa menulis untuk mewujudkan eksplorasi-riset dan eksploitasi-imajinatif demi sebuah buku.
            Dengan demikian, menulis itu mudah (baca: SMS), tetapi taksemudah membuat tulisan yang bagus, apalagi terprasasti dalam sebuah buku. Jika dicerap melalui bahasa Arab, menulis adalah kataba yang secara terminologi al-dhommu wa al-jam‘u berarti menghimpun dan mengumpulkan. Proses penghimpunan dan pengumpulan itu yang selama ini dilakoni oleh para anggota Club Menulis di tengah tugas-tugas wajib untuk menyelesaikan kuliah sebagai mahasiswa. Tentu, banyak cerita pribadi masing-masing anggota di balik sebuah buku yang kemarin diluncurkan.
            Dari sisi menulis saja, para anggota Club Menulis harus menghimpun kata dan merangkainya menjadi kalimat. Kemudian, menata kalimat per kalimat untuk menjadi paragraf selanjutnya menyusun semua paragraf menjadi sebuah wacana. Tidak sampai di situ saja, para anggota Club Menulis harus mengumpulkan data yang berserakan di berbagai pelosok Kalbar untuk dipilah dan dipilih sebagai pengayaan sebuah buku.
            Untuk itu, Club Menulis wajar mendapatkan ganjaran apresiasi setimpal dari civitas akademika di lingkungan STAIN Pontianak. Ketua STAIN Pontianak Dr. Hamka Siregar harus meluangkan waktu untuk mengikuti acara peluncuran buku itu hingga selesai. Demikian juga, Puket III Dr. Hermansyah selalu setia mengawal acara itu karena termasuk aktor intelektual di balik Club Menulis. Atmosfir intelektual yang dibangun oleh Club Menulis nyata jelas menarik perhatian kaum intelektual juga.
            Kaum intelektual lain pun tidak ingin ketinggalan menjadi saksi sejarah peluncuran buku hari itu di Malay Corner. Soedarto yang sering disapa “ayahanda” terlihat khidmat mengikuti acara tersebut sampai tuntas. Bapak satu ini yang hampir ke mana-mana berjalan kaki juga ikut urun pengetahuan untuk tetap menjaga asa menulis. Baginya, menulis akan menuai manfaatnya di kemudian hari. Ia mencontohkan buku karya Hermansyah yang telah menghiasi rak sebuah toko buku terkenal berjajar dengan buku-buku berkualitas lainnya.
            Dr. Haitami Salim, Direktur Pascasarjana STAIN Pontianak, pun demikian ikut bicara dalam acara itu. “Persoalan kualitas sambil jalan, yang penting bukti buku sudah jadi”, tandasnya.
Dengan berapi-api ia menekankan betapa pentingnya sebuah karya dibukukan yang kelak menghidupkan penulisnya yang telah tiada. Ia mencontohkan bahwa orang sekarang kenal dengan Imam al-Ghazali bukan karena bertemu langsung, melainkan karena karya-karyanya yang ditinggalkan. Dengan kata lain, orang kenal
al-Ghazali karena mempelajari Ihya ‘ulumuddin masterpiecenya.
            Dedy Ari Asfar yang termasuk pendorong Club Menulis menilai bahwa buku sebagai sebuah karya merupakan amal soleh bagi penulisnya yang kelak bermanfaat bagi kehidupan. Ia mencontohkan virus man jadda wajada (barang siapa bersungguh-sungguh maka bakal mendapatkan) kini terpapar ke semua orang karena sebuah buku novel Lima Menara karya Ahmad Fuadi.
            Sudah barang tentu Dr. Yusriadi begitu terlihat sumringah-renyah atas peluncuran beberapa buku Club Menulis. Bang Yus sapaan akrabnya sebagai motor penggerak, memang berhak untuk gembira karena tujuan capacity building (baca: kemampuan menulis) telah membuahkan hasil yang maksimal. Rasanya Bang Yus juga setuju bahwa tujuan yang telah dicapai oleh Club Menulis bukan menjadi akhir, tetapi justru awal untuk mencapai tujuan-tujuan berikutnya. Sebagai mana kata penyair Inggris T.S. Elliot, everything is end in a new beginning.
            Tidak kalah penting, peluncuran buku Club Menulis merupakan persiapan dini para anggotanya untuk meninggalkan warisan kelak. Warisan buku bakal tidak mudah musnah, tidak hanya bermanfaat bagi anak-cucunya kelak, tetapi bagi generasinya mendatang. “Belum sempat menjadi warisan, buku-buku Club Menulis sudah dimanfaatkan orang lain”, kata Bang Yus.
Sebaliknya, warisan harta rentan musnah dan hanya bermanfaat bagi anaknya saja, belum tentu ke cucunya. Yang jelas, peninggalan buku akan menjadi warisan peradaban (civilization heritage) kelak.
                                                                                                Tengah Mendung 240312           
 
                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar