MTSN 2 Pontianak Sabtu (10/3) kemarin melakukan kegiatan kepenulisan untuk siswa kelas unggulan. Kegiatan yang dibimbing oleh mentor dari Club Menulis STAIN Pontianak dilaksanakan di Aula MTSN 2 Pontianak. Menurut rencana hasil kegiatan menulis ini akan diterbitkan menjadi buku. FOTO Siti Hanina.
Blog ini memuat informasi Club Menulis STAIN Pontianak. Club ini merupakan bagian dari program Pembantu Ketua III STAIN Pontianak, Dr. H. Hermansyah. Kegiatan Club di bawah binaan Yusriadi, dosen Bahasa Indonesia, Karya Ilmiah, dan Rumpun Jurnalistik di STAIN Pontianak.
Selasa, 03 April 2012
Mau ‘Abadi’ , Yok Kita Menulis
Oleh: Erika Sulistia MN.
Karya tulis, karya yang menghantarkan kepada ‘keabadian’. “Walaupun nanti kita telah di alam kubur, tinggal tulang belulang, tetapi kalau kita menulis dan mempunyai karya sampai kapanpun kita akan tetap dikenang,” kata Mohammad Haitamai Salim, Direktur Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pontianak ketika menghadiri acara launching buku Club Menulis STAIN Pontianak yang ke-4 kalinya Kamis 22 Maret 2012.
Siapa yang tidak kenal dengan Imam Ghazali, Ibnu Rusyd, mereka ada sampai sekarang karena karyanya, mereka selalu disebut dan selalu diperbincangkan karena karyanya. Siapa juga yang tidak mengenal Khairil Anwar, puisi-puisinya menjadi bahan ajar dan tetap dibaca setiap orang. Habiburrahman al-Shirazy dan Andrea Hirata, mereka terkenal hingga ke pelosok desa, bahkan manca Negara dengan tulisannya. Al-Qur’an, Injil, Taurat, Zabur, dan kitab-kitab suci lainnya yang ada tetap dibaca dari generasi ke generasi berikutnya itu karena karya Tuhan, dengan tulisan tetap ‘abadi’ tidak hanya menjadi sebuah cerita dari satu mulut ke mulut lainnya, hingga akhirnya hilang tanpa bekas.
“Tulislah apa yang bisa ditulis, mau isinya tentang masturbasi, onani, atau lain sebagainya. Tulis, dan terbitkan, semuanya itu untuk memotivasi diri, kapan lagi kalau bukan sekarang, nunggu tulisan bagus? Bagus seperti apa lagi? nanti yang akan menentukan itu public, layak atau tidak layak untuk dibaca oleh public”, tambah Haitami.
Kali ini Club Menulis melaunching buku sebanyak 24 buku, yaitu terdiri dari 17 buku dari anggota Club Menulis STAIN POntianak, 2 buku dari Malay Corner dan 5 buku karya dari mahasiswa Pasca Sarjana STAIN Pontianak. Buku-buku tersebut dilaunching bersamaan pada Hari Kamis lalu, 22 Maret 2012. Launching buku yang sangat sederhana, di sebuah ruang kerja dan tempat pertemuan anggota Club Menulis setia minggunya, yaitu Malay Corner. Semua undangan, anggota club menulis dan penulis sendiri duduk lesehan di lantai di alas dengan karpet lantai berwarna hijau bergambar masjid, semua itu didesain oleh panitia memungkinkan agar cukup untuk seluruh yang hadir pada hari tersebut. Walau sedikit berdesakan, launching buku yang dihadiri oleh ketua STAIN Pontianak, Dr. H. Hamka Siregar, M.Ag, Pembantu Ketua bidang kemahasiswaan Dr. H. Hermansyah, M.Ag, Direktur Pasca Sarjana Dr. H. Moh. Haitami salim, M.Ag, Deddy Ari Asfar dan rekannya dari Balai Bahasa, Bapak Sudarto salah satu “guru besar” STAIN Pontianak, serta mahasiswa dan undangan lainnya.
Club Menulis berdiri tahun 2010, yang didirikan Dr. H. Hermansyah, M.Ag sebagai Pembantu Ketua bidang kemahasiswaan, dengan Pembina Club Dr. Yusriadi yang selalu sabar mengajari dan mengajak mahasiswa bahkan karyawan dan dosen untuk bergabung ikut serta dalam menulis, sampai saat ini telah menerbitkan 30-an buku yang beragam dan bervariasi.
Buku-buku tersebut berupa kumpulan cerpen, kisah perjalanan penelitian, kisah pengalaman tentang kerusuhan, kumpulan pantun, kumpulan puisi, kisah-kisah inspiratif dari pengalaman hidup masyarakat kecil, dan tulisan ilmiah. Semua tulisan tersebut memerlukan usaha yang ulet, seperti yang dikatakan Pak Sudarto ketika memberikan kesan dan pesan “Semuanya akan dipetik berdasarkan kerja keras, percaya diri dan lentur” itulah nasehatnya.
Menulis itu mudah, jika ada kemauan dan usaha. Sebuah kata yang pernah terucap, ‘Jika Kemauan ada, tanpa usaha untuk mengaplikasikannya, maka akan nihil tak akan menghasilkan apapun. Sebaliknya juga, jika ada usaha, namun tidak ada keinginan maka hasilnya pun tidak akan sempurna”.
Kedua hal tersebutlah harus bersama, keinginan dan usaha serta doa. Begitulah Club Menulis dibangun dan didirikan oleh orang-orang yang mempunyai keinginan serta usaha untuk memajukannya demi orang-orang yang mau menulis dan terus berkarya. Hingga saat ini telah berumur satu tahu setengah, telah menerbitkan beberapa buku, dan melahirkan beberapa mahasiswa yang akan cinta menulis, dan kemampuan lainnya seperti editor dan juga layouter, bahkan memungkinkan suatu saat akan melahirkan desain cover/sampul buku juga.
Seperti yang dikatakan oleh Penulis terkenal Pramoedya Ananta Toer “Menulis adalah kerja keabadian”.
Maret, Club Menulis STAIN Pontianak Launching Buku
Club Menulis Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pontianak akan melaunching sejumlah buku pada bulan Maret mendatang.
Menurut Ketua Panitia Launching Farninda Aditya mengatakan launching akan dilaksanakan di kampus STAIN Pontianak pada 22 Maret 2012. Pilihan launching bulan Maret untuk menyesuaikan dengan kegiatan akademik mahasiswa.
Mengenai berapa buku yang akan dilaunching, masih belum dipastikan. Tetapi Farninda memastikan jumlah buku kali ini lebih banyak dari launching akhir tahun 2011.
“Setidaknya dalam launching ini ada belasan buku”.
Launching kali ini lebih istimewa karena beberapa buku adalah karya sendiri anggota Club. Buku anggota club yang ditulis sendiri antara lain kumpulan puisi berjudul “Tuhan Baru” ditulis oleh Mahadaya Senja. Kumpulan puisi berjudul “Puisi di Bawah Nol” ditulis oleh Umi Rahayu. Kumpulan cerpen berjudul “Izinkan Aku Menjadi Surgamu” ditulis oleh Mahmud Alfikri. Kumpulan essay berjudul “Otakku Cenat Cenut” ditulis oleh Farninda Aditya. Kumpulan essay berjudul “Polling in Lope” ditulis oleh Marsita Riandini.
Buku yang ditulis bersama antara lain kumpulan puisi, kumpulan cerpen Islami, cerpen ibu, cerpen latar belakang kampung, novel bersama, dan kisah perjalanan.
Selain buku karya anggota Club Menulis itu, ada juga buku bukan anggota club yang diluncurkan kali ini.
“Pak Ibrahim, akan melaunching dua buku. Selain itu, mahasiswa Pascasarjana STAIN juga ada beberapa buku dan teman-teman dari Balai Bahasa Pontianak satu buku,” ungkap Farninda.
Buku Pak Ibrahim adalah kumpulan catatan lapangan sejumlah dosen STAIN Pontianak yang melakukan penelitian singkat di Parit Wak Gattak, Pal IX. Buku lain adalah Pantang Larang dalam Masyarakat Melayu di Nanga Jajang, Kapuas Hulu. Buku ini merupakan buku hasil penelitiannya bersama rekannya di Malay Corner.
Buku mahasiswa pasca sarjana adalah buku berisi kumpulan essay mereka ketika mengikuti kuliah Isu-isu Strategis Pendidikan Islam di PPS STAIN Pontianak. Jumlah buku yang sudah siap ada lima buku yang masing-masing diedit oleh Eltin Yunaidar, Yan Basri, Sri Wahyuni, Sri Rahayu, dan Ria Sukma Dewi.
Launching kali ini adalah launching keempat kalinya dilakukan Club Menulis STAIN Pontianak. Pada awal Januari tahun ini (2012) Club Menulis melaunching buku Tionghoa di Kalimantan Barat, Catatan Lapangan dari Sungai Kakap. Pada bulan Oktober 2011 Club Menulis melaunching 13 buku. Sedangkan pada tahun 2010 Club Menulis melaunching 6 buku. (rilis).
Club Menulis dan Sastra
Oleh: Khairul Fuad
Club Menulis yang terhitung masih seumur jagung telah menerbitkan puluhan buku yang mayoritas ditulis oleh mahasiswa. Kurun 3 tahun sejak berdirinya pada Juni 2010 Club Menulis telah meretaskan 19 judul buku. Sedianya 22 Maret 2012 akan diterbitkan beberapa buku lagi.
Club Menulis merupakan prakarsa dari Puket III STAIN Pontianak, Dr. Hermansyah, untuk menumbuhkembangkan minat dan tradisi menulis. Minat dan tradisi tersebut ditujukan untuk kalangan, khususnya mahasiswa STAIN Pontianak dan umumnya pihak dari luar yang ingin bergabung. Kemudian, gerbong klub tersebut ditarik oleh Dr. Yusriadi sebagai lokomotifnya yang memiliki minat menulis di atas rata-rata (write alcoholic).
Menurut Bang Yus, sapaan akrab Dr. Yusriadi, Club Menulis didirikan untuk mendorong capacity building mahasiswa di bidang akademik. Capacity building dalam hal ini kemungkinan membangun kecakapan (maksimalisasi) dalam tradisi tulis-menulis, bahkan penerbitan buku. Tradisi menulis merupakan bagian penting sekaligus harga mati dalam dunia akademik.
Oleh karena itu, Club Menulis seyogianya dipertahankan untuk meretas asa menulis demi menghidupkan urat-nadi akademik di kalangan mahasiswa. Di saat, sosiolog Untan, Prof. Syarif Ibrahim Alqadrie, justru tengah menangkap gejala tunaelan akademik di dunia perguruan tinggi (Borneo Tribune 03/02/12).
Dari berbagai karya yang diterbitkan, karya sastra tidak lupa ikut-serta diterbitkan pula oleh Club Menulis. Mengingat karya sastra bagian elan akademik yang memiliki ciri khas. Segala aspek akademik dapat diintervensi oleh karya sastra walaupun tidak bisa dijadikan rujukan akademik.
Fenomena sosial masyarakat misalnya seolah tanpa permisi dicomot untuk menggugah kesadaran asasi dalam karya sastra. Fenomena psikologi seseorang dengan enaknya dihadirkan untuk mengaduk-aduk jiwa sehingga menimbulkan keresahan tidak keruan dalam karya sastra. Begitu juga, fenomena politik sah-sah saja dipertarungkan untuk memperlihatkan kekuasaan yang cenderung koruptif dalam karya sastra.
Fenomena kehidupan itu yang kini telah dituangkan oleh para anggota Club Menulis melalui pena kreatif dalam sebuah karya sastra. Antologi puisi, antologi cerpen, dan novel telah menghiasi rak buku Club Menulis bersama buku-buku selain sastra. Bisa jadi juga telah menghiasi rak toko buku di Pontianak. Perhatian Club Menulis terhadap sastra mengingatkan sebuah pernyataan, “Sastra yang merangkai imajinasi ternyata berpangkal kepada kenyataan, sedangkan kehidupan nyata terkadang terperosok ke dalam jurang imajinasi semata”.
Karya sastra buah kreatif Club Menulis antara lain, antologi puisi bersama Puisi Sebelum Surga, antologi cerpen Islami Cinta Sekufu Sambas-Jakarta editor Yusriadi, Satu Mimpi, dan Merangkai Cinta di Bumi Khatulistiwa. Sementara itu, novel Hati Yang Terbingkai Dalam Persahabatan, Cinta, dan Rido-Nya karya Omy Bintun Nahl. Terdapat juga sebuah biografi bersama In memoriam 97 editor Maisuri, tidak ketinggalan biografi tokoh Kalimantan Barat, seperti Pak Abror Guru Semua Orang.
Selanjutnya, karya sastra lain segera diluncurkan 22 Maret 2012. Antologi puisi sendiri Tuhan Baru karya Mahadaya Senja, Puisi di Bawah Normal karya Umi Rahayu, dan sebuah antologi puisi karya Cici. Antologi cerpen sendiri Izinkan Aku Menjadi Surgamu karya Mahmud Alfikri dan antologi cerpen Islami karya Holi Hamidin. Antologi cerpen bersama, Cerpen Kampung editor Farninda Aditya, Puisi Kehidupan editor Rita, dan sebuah antologi cerpen bersama editor Hanina. Tulisan-tulisan lepas (esai) juga ikut diluncurkan juga, Otakku Cenat-Cenut karya Farninda Aditya dan Polling in Lope karya Marsita Riandini (Borneo Tribune 19/02/12).
Sementara itu, yang menarik dari Club Menulis adalah terobosan kreatif sastra melalui novel bersama. Jika novel ditulis sendiri, di Club Menulis ditulis keroyokan dengan judul Novel Aloevera yang juga diluncurkan Maret. Menurut editor sekaligus salah satu penulisnya, Yusriadi, proses kreatifnya menentukan jalan cerita, membuat kerangka cerita, dan masing-masing kerangkanya ditulis sendiri-sendiri oleh tim yang tergabung dalam novel bersama. Proses kreatif pasti menemui jurang konvensi dan jembatan inovasi di tengah kementokan perjalanan kepenulisan.
Bagian dari Tri Darma Perguruan Tinggi, Club Menulis ternyata tidak berperan sebagai menara gading di tengah masyarakat. Pena kreatif itu diestafetkan kepada anak-anak sekolah di Pontianak. Pada gilirannya, antologi sastra karya anak-anak sekolah telah mampu diterbitkan, seperti puisi karya anak-anak SD editor Lina.
Selain itu, Club Menulis juga menghasilkan karya-karya setengah sastra. Dalam artian, kisah perjalanan ke sebuah komunitas masyarakat Kalimantan Barat kemudian hasil amatannya dituangkan dalam bentuk tulisan naratif. Kegiatan ini telah menghasilkan beberapa buku, misalnya Menanti di Tanah Harapan, Bugis Perantauan, dan Tionghoa di Kalimantan Barat. Sebentar lagi diterbitkan Ekspedisi di Pinggir Sungai Kapuas dan akan direncanakan kisah perjalanan ke kampung Jawa di Rasau Jaya KKR. Kegiatan ini juga diikuti oleh teman-teman Balai Bahasa Pov. Kalbar.
Tidak kalah penting, Club Menulis telah terbukti ikut menyemarakkan khazanah sastra Kalimantan Barat, termasuk karya sastra Islamnya. Indikasi tersebut dapat dicerap melalui pernyataan lokomotifnya bahwa sastra yang dihasilkan Club Menulis kental dengan lokalitas Kalimantan Barat. Sementara itu, sebagai karya sastra Islam yang telah diusung Club Menulis terindikasi melalui judul karya sastra yang dihasilkan.
Terkait sastra Islam, jika dicermati melalui teori critic pure reason (kritik akal murni) Immanuel Kant, para mahasiswa STAIN Pontianak pasti telah menempatkan nuansa Islam dalam pemikirannya sehingga mewarnai karya-sastranya. Dengan demikian, indikasi implisit dapat dinilai sastra Islam walau tidak tampak dalam konteks eksplisit. Ketidaksadaran bawah sadar secara otomatis dipastikan meretas dalam sebuah karya sastra yang muncul begitu saja dengan tidak sadar.
Sisi lain, terobosan Mendikbud Muhammad Nuh, kelulusan S-1 harus menulis sebuah karya, dapat ditangkap oleh Club Menulis. Pembinaan menulis bagi Mahasiswa STAIN Pontianak dapat diperankan sekaligus lembaga legalisasi kelulusan dapat diambil oleh Club Menulis. Dengan demikian, maruah Club Menulis dibangun secara perlahan-lahan menuju kemapanan dan kredibelitas.
Namun demikian, karya tulis tersebut tidak harus didominasi oleh karya ilmiah saja. Karya sastra dapat juga dijadikan pertimbangan kelulusan seorang mahasiswa. Tentu, karya sastranya tidak terjebak oleh karya ngepop. Hipogramnya seperti karya Habiburrahman al-Sirazy atau karya para anggota Club Menulis di atas. Jika karya seperti itu yang ditekankan, mahasiswa pasti terpumpun oleh dua ranah sekaligus, ranah eksplorasi riset dan eksploitasi imajinasi kreatif.
Dengan karya sastra sejatinya didapatkan optimalisasi kepribadian yang sangat dibutuhkan oleh seorang mahasiswa pascakelulusan. Otak kanan dan otak kiri bisa saling bekerja sama sebagai keutuhan seorang manusia. Bravo Club Menulis untuk karya.
Tengah Mendung 080212
Buku: Mempersiapkan Warisan
Oleh: Khairul Fuad
Malay Corner STAIN Pontianak hari itu, Kamis 22 Maret 2012 berwajah lain, tidak seperti biasanya, sebagai penandanya tidak ada lagi meja panjang di ruang tengah. Meja panjang itu diganti dengan karpet sajadah yang menghampar penuh di ruang tengah. Malay Corner berganti wajah karena salah satu penghuninya, Club Menulis, kembali punya gawe yang selama ini telah dilaksanakan, peluncuran buku.
Namun demikian, hari itu ada yang lain dari acara peluncuran buku yang selama ini dihelat oleh Club Menulis beberapa waktu yang lalu. Buku-buku yang diluncurkan merupakan karya dari masing-masing anggota Club Menulis. Sebelumnya, buku-buku yang diluncurkan hasil karya keroyokan atau masing-masing anggota hanya menjadi editor dari buku yang sudah-sudah. Tampil beda Club Menulis hari itu dalam peluncuran buku merupakan kemajuan yang berarti bagi para anggotanya yang mayoritas para mahasiswa STAIN Pontianak dari berbagai program studi.
Gawe Club Menulis hari itu semakin memperkuat pernyataan Arswendo Atmowiloto bahwa menulis itu gampang. Kenyataannya demikian, tercacat lebih dari puluhan buku dihasilkan, termasuk yang diluncurkan hari itu dalam kurun waktu tiga tahun dari 2012 kini. Akan tetapi, kerja Club Menulis tidak begitu saja sederhana sebagaimana pernyataan Arswendo Atmowiloto. Para anggotanya harus tetap menjaga asa menulis untuk mewujudkan eksplorasi-riset dan eksploitasi-imajinatif demi sebuah buku.
Dengan demikian, menulis itu mudah (baca: SMS), tetapi taksemudah membuat tulisan yang bagus, apalagi terprasasti dalam sebuah buku. Jika dicerap melalui bahasa Arab, menulis adalah kataba yang secara terminologi al-dhommu wa al-jam‘u berarti menghimpun dan mengumpulkan. Proses penghimpunan dan pengumpulan itu yang selama ini dilakoni oleh para anggota Club Menulis di tengah tugas-tugas wajib untuk menyelesaikan kuliah sebagai mahasiswa. Tentu, banyak cerita pribadi masing-masing anggota di balik sebuah buku yang kemarin diluncurkan.
Dari sisi menulis saja, para anggota Club Menulis harus menghimpun kata dan merangkainya menjadi kalimat. Kemudian, menata kalimat per kalimat untuk menjadi paragraf selanjutnya menyusun semua paragraf menjadi sebuah wacana. Tidak sampai di situ saja, para anggota Club Menulis harus mengumpulkan data yang berserakan di berbagai pelosok Kalbar untuk dipilah dan dipilih sebagai pengayaan sebuah buku.
Untuk itu, Club Menulis wajar mendapatkan ganjaran apresiasi setimpal dari civitas akademika di lingkungan STAIN Pontianak. Ketua STAIN Pontianak Dr. Hamka Siregar harus meluangkan waktu untuk mengikuti acara peluncuran buku itu hingga selesai. Demikian juga, Puket III Dr. Hermansyah selalu setia mengawal acara itu karena termasuk aktor intelektual di balik Club Menulis. Atmosfir intelektual yang dibangun oleh Club Menulis nyata jelas menarik perhatian kaum intelektual juga.
Kaum intelektual lain pun tidak ingin ketinggalan menjadi saksi sejarah peluncuran buku hari itu di Malay Corner. Soedarto yang sering disapa “ayahanda” terlihat khidmat mengikuti acara tersebut sampai tuntas. Bapak satu ini yang hampir ke mana-mana berjalan kaki juga ikut urun pengetahuan untuk tetap menjaga asa menulis. Baginya, menulis akan menuai manfaatnya di kemudian hari. Ia mencontohkan buku karya Hermansyah yang telah menghiasi rak sebuah toko buku terkenal berjajar dengan buku-buku berkualitas lainnya.
Dr. Haitami Salim, Direktur Pascasarjana STAIN Pontianak, pun demikian ikut bicara dalam acara itu. “Persoalan kualitas sambil jalan, yang penting bukti buku sudah jadi”, tandasnya.
Dengan berapi-api ia menekankan betapa pentingnya sebuah karya dibukukan yang kelak menghidupkan penulisnya yang telah tiada. Ia mencontohkan bahwa orang sekarang kenal dengan Imam al-Ghazali bukan karena bertemu langsung, melainkan karena karya-karyanya yang ditinggalkan. Dengan kata lain, orang kenal
al-Ghazali karena mempelajari Ihya ‘ulumuddin masterpiecenya.
al-Ghazali karena mempelajari Ihya ‘ulumuddin masterpiecenya.
Dedy Ari Asfar yang termasuk pendorong Club Menulis menilai bahwa buku sebagai sebuah karya merupakan amal soleh bagi penulisnya yang kelak bermanfaat bagi kehidupan. Ia mencontohkan virus man jadda wajada (barang siapa bersungguh-sungguh maka bakal mendapatkan) kini terpapar ke semua orang karena sebuah buku novel Lima Menara karya Ahmad Fuadi.
Sudah barang tentu Dr. Yusriadi begitu terlihat sumringah-renyah atas peluncuran beberapa buku Club Menulis. Bang Yus sapaan akrabnya sebagai motor penggerak, memang berhak untuk gembira karena tujuan capacity building (baca: kemampuan menulis) telah membuahkan hasil yang maksimal. Rasanya Bang Yus juga setuju bahwa tujuan yang telah dicapai oleh Club Menulis bukan menjadi akhir, tetapi justru awal untuk mencapai tujuan-tujuan berikutnya. Sebagai mana kata penyair Inggris T.S. Elliot, everything is end in a new beginning.
Tidak kalah penting, peluncuran buku Club Menulis merupakan persiapan dini para anggotanya untuk meninggalkan warisan kelak. Warisan buku bakal tidak mudah musnah, tidak hanya bermanfaat bagi anak-cucunya kelak, tetapi bagi generasinya mendatang. “Belum sempat menjadi warisan, buku-buku Club Menulis sudah dimanfaatkan orang lain”, kata Bang Yus.
Sebaliknya, warisan harta rentan musnah dan hanya bermanfaat bagi anaknya saja, belum tentu ke cucunya. Yang jelas, peninggalan buku akan menjadi warisan peradaban (civilization heritage) kelak.
Tengah Mendung 240312
Langganan:
Postingan (Atom)